Nama Tajul Muluk kembali menjadi perbincangan publik. Bukan karena jasanya yang membanggakan, tetapi karena pada Ahad (26/8/2012) kemarin, telah terjadi penyerangan kembali oleh warga masyarakat kepada para pengikut Tajul Muluk di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura. Tajul Muluk adalah tokoh sentral dalam penyebaran ajaran Syiah yang meresahkan warga masyarakat Sampang.
Tajul Muluk adalah anak kedua dari delapan bersaudara, putra pasangan Kiyai Ma'mun bin KH Achmad Nawawi dengan Nyai Ummah. Saudara tertuanya bernama Iklil al-Milal. Secara berurutan, adik-adiknya antara lain Roies al-Hukama, Fatimah az-zahra, Ummu Hani, Budur Makzuzah, ummu Kultsum, Ahmad Miftahul Huda.
Tajul, akrab dipanggil Ra Tajul, pernah mengenyam pendidikan di Ma'had Islami Darut Tauhid (MISDAT), yang diasuh KH Ali Karrar Shinhaji, di Lenteng Proppo, Pemakasan. Kemudia ia melanjutkan pendidikannya ke Yayasan Pendidikan Islam (YAPI) Bangil, sekitar tahun 1988 selama enam tahun.
Lulus dari YAPI, Tajul kemudian berangkat ke Arab Saudi untuk mengkaji Islam dari Sayyid 'Alawi al-Maliki al-Hasani. Sayyid al Maliki adalah tokoh sentral berpengaruh dalam dakwah Islam di Makkah dan guru para ulama dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Tetapi bukannya mengaji ke Sayyid Al Maliki, Tajul malah menjadi seorang TKI selama enam tahun. Di tempat kerjanya itulah konon Tajul berinteraksi dengan para pengikut Syiah dari Suriah dan Libanon. Di sini pula ia mempelajari Syiah Itsna 'Asyariyah.
Sekembalinya ke Indonesia Tajul aktif di organisasi Syiah yang dibuat oleh Jalaludin Rahmat, Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI). Ia menjabat sebagai Ketua Pimpinan Daerah IJABI Sampang. Sementara saudara tuanya, Iklil al-Milal menjadi penasehatnya. Gerakan IJABI di Sampang, bahkan Madura, secara faktual memang ada, tetapi secara hukum tidak ada. Mereka bergerak di bawah tanah tanpa pernah melaporkan aktivitasnya kepada pemerintah.
Melalui berbagai aktivitasnya, Tajul memang nampak sekali ingin merancang adanya pendidikan Syiah di tempat tinggalnya. Ia mulai memimliki anak didik dari anak-anak para pengikutnya. Meski demikian ia belum pernah mendirikan Pondok Pesantren. Opini yang berkembang di media massa bahwa yang dibakar warga masyarakat adalah pondok pesantren sangat menyesatkan. Bangunan itu bukanlah bangunan pesantren. Bahkan nama Pesantren Misbah al-Huda merupakan pemberian Tajul setelah terjadi pembakaran pada akhir Desember tahun lalu.
Menurut Kepala Desa Karang Gayam, Hamzah, ketika tahun lalu Kapolda Jatim turun ke lokasi yang katanya pembakaran pesantren, ia kaget karena yang didapati hanya puing-puing bangunan yang tidak lazim disebut sebnagai pesantren. Luas lokasi yang dibakar warga berukuran kurang lebih 70 x 40 meter, terdiri atas bangunan surau, rumah, toko, dapur dan tempat anak-anak mengaji.
Modal Nasab
Dalam menyebarkan ajarannya, Tajul Muluk didukung oleh karisma sebagai keturunan Batuampar, Pasarean yang cukup terkenal di Madura. Ia juga dibantu oleh saudara-saudaranya. Di kalangan tertentu, masyarakat juga sangat fanatik dengan Kiyai Abdul Hamid dan penggantinya yakni Kiyai Ma'mun. Sementara dari kalangan muda, masyarakat juga menaruh hormat dengan Ra Tajul Muluk bin Kiyai Ma'mun.
Dengan modal inilah ajaran Syiah disebarkan. Dikatakan kepada masyarakat bahwa Syiah telah diajarkan oleh sesepuhnya dan para habaib. Apalagi Tajul pernah tinggal di Makkah, yang makin memantapkan masyarakat. Hingga kini jumlah pengikut Syiah di wilayah ini telah mencapai 400 orang dari berbagai usia.
Selain modal nasab, Tajul juga dikenal baik oleh warganya. Model pendekatan inilah yang efektif dilakukan. Jika ada orang kekurangan ia bantu. Jika mendapatkan rezeki ia bagi-bagikan. Anak-anak disekolahkan ke lembaga-lembaga pendidikan seperti YAPI di Bangil, Al Hadi di Pekalongan dan Yayasan Muthahari di Bandung. Ini karena konon Tajul mendapat tunjangan yang cukup besar tiap bulannya dari organisasi Syiah. Demikian pula dengan jaringan lembaga pendidikan Syiah yang menampung anak-anak itu. Warga yang simpati dan kurang kuat pemahaman agamanya, akan ikut kelompok Tajul.
Vonis 2 Tahun Penjara
Kamis, 29 Desember 2011 lalu pecah konflik antara warga dengan pengikut Tajul Muluk. Warga masyarakat membakar rumah Tajul. Faktor utama kemarahan masyarakat itu dipicu oleh ajaran-ajaran menyesatkan yang disebarkan Tajul. Selain itu masyarakat juga kesal dengan pengiriman anak-anak ke lembaga-lembaga pendidikan Syiah seperti YAPI Bangil, Al Hadi Pekalongan dan Yayasan Muthahari Bandung. Hal ini pula rupanya yang menjadi alasan dalam bentrok Ahad (26/8/2012) kemarin.
Ketua MUI Sampang KH Buchori Ma'shum menolak sejumlah anggapan yang menyatakan konflik di Karang Gayam ini adalah konflik keluarga sebagaimana diungkap seorang ketua umum ormas besar di negeri ini. Menurut Kiyai Buchori persoalan Tajul murni karena ajaran Syiahnya.
"Kami tidak sepakat ini masalah keluarga. Ini masalah teologis," kata Kiyai Buchori dalam perbincangan dengan sejumlah wartawan media Islam beberapa waktu lalu.
Atas penyebaran ajaran yang sesat dan menodai Islam itu, pada Kamis 12 Juli 2012 lalu, pengadilan Negeri Sampang telah menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada Tajul Muluk. Dalam sidang yang berlangsung selama tujuh jam, Ketua Majelis Amin Noer Cahyo mengatakan, berdasarkan fakta yang terungkap, Tajul Muluk terbukti melanggar Pasal 156 a KUHP tentang penodaan agama.
"Tajul Muluk alias Haji Ali Murtadho terbukti melecehkan agama Islam dengan menyatakan Al-Quran yang beredar tidak asli lagi," katanya saat membacakan putusan, Kamis, 12 Juli 2012.
Vonis ini jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta hakim menghukum Tajul empat tahun penjara. Hakim mengatakan vonis ini diambil karena selama persidangan Tajul Muluk sopan, bersedia diungsikan ke Malang.
Tajul juga mengalami kerugian materi setelah rumahnya dibakar. "Terdakwa juga masih punya keluarga yang harus dinafkahi," ujar hakim.
Atas putusan pengadilan ini, sejumlah tokoh dan lembaga liberal pembela aliran sesat langsung bereaksi. Mereka menyebut vonis terhadap Tajul ini sebagai vonis sesat. Bahkan dalam sebuah dialog di sebuah stasiun televisi swasta nasional, Senin pagi (27/8/2012) aktivis liberal Usman Hamid, mendesak agar Pengadilan Tinggi membebaskan Tajul Muluk. Kelompok liberal memang selalu membela aliran sesat dan para pengikutnya.
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al Baqarah 185).
Tafsir ayat
Dalam Tafsir Jalalain diterangkan bahwa hari-hari yang dimaksud dalam ayat 184 adalah bulan Ramadhan dimana di dalamnya diturunkan Al Quran dari Lauhul mahfuzh ke langit dunia pada malam lailatul Qadar.Al Quran diturunkan sebagai hudan, petunjuk dari kesesatan, bagi manusia dan penjelasan ayat-ayat secara jelas dari al Huda. Yakni dengan apa yang ditunjukkan kepada kebenaran (al haqq) berupa hukum-hukum. Dan juga sebagai pembeda (al furqan).
Seorang anak wajib memberikan nafkah kepada orang tua dan anak-anaknya, bila keadaan keuangannya mengizinkan dan kedua orang tuanya hidup dalam kemiskinan. Bahkan, menurut Al Ustadz Ahmad Isa Asyur dalam kitabnya "Birrul Walidain", beberapa ulama berpendapat bahwa kewajiban memberi nafkah itu tidak hanya sebatas kepada kedua orang tua, tetapi juga kepada seluruh keleuarga terdekat, berdasarkan firman Allah Swt yang berbunyi: "Orang-orang yang bertalian darah, yang satu lebih utama (menunjang) yang lain dalam Kitab Allah"
Berdasarkan ayat ini, maka jelaslah bahwa seorang ayah wajib memberi nafkah kepada anak-anaknya, dan anak-anak wajib memberi nafkah kepada ayahnya yang kekurangan. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, antara yang memperoleh waris atau tidak.
Bukti kewajiban lain bagi anak-anak kepada kedua orang tuanya, tertuang dalam QS. Lukman ayat 15: "Dan bergaullah dengan keduanya di dunia dengan baik."
Dan di dalam Surat Al Ahqaf disebutkan: "Dan Kami wasiatkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya."
Seorang anak yang baik, berbakti dan kasih terhadap orang tuanya, tidak akan membiarkan kedua orang tuanya hidup dalam kemiskinan dan kekurangan, sementara ia dan sanak keluarganya hidup bergelimang kemewahan.
Rasulullah saw menegaskan dalam hadist, "Sebaik-baiknya makanan orang adalah yang diperoleh dari jerih payahnya, dan anak itu hasil dari jerih payahnya." (Dikeluarkan oleh Ahmad dan Ashabus Sunan)
Ibnu Hibban dan Al-Hakim berkata, Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya anak kalian adalah karunia dari Allah, dan harta mereka bagi kalian, kalau kalian membutuhkan."Karena itulah di dalam surat Al Lahab dikatakan, "Tiada guna baginya harta benda dan apa-apa yang diusahakan (kasab)." Sebagai bukti lainnya bahwa anak-anak termasuk kasab orang tuanya, karena ayat itu berarti, "Tidak ada guna baginya harta dan anak-anaknya."
Adapun kewajiban memberi nafkah kepada ibu-bapak, termasuk kakek dan nenek, jika kita telah memenuhi syarat-syarat, yaitu:
1. Keluasan rezeki si anak, artinya kalau rezeki itu sudah cukup untuk kebutuhan anak istrinya dan lebih dari sehari semalam. Yang selebihnya itulah yang diinfakkan kepada ibu-bapak atau keluarganya yang kekurangan. Kalau ia tidak memiliki harta, namun mampu berusaha, maka kelebihan dari hasil usahanya itulah yang diberikan.
2. Kalau kedua orang tuanya hidup tidak berkecukupan.
3. Kalau keduanya sudah tidak menghasilkan uang lagi. Karena jika orang tua masih dapat menghasilkan, hal itu dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Apakah sia anak tega melihat kedua orang tuanya yang tak mampu bekerja lagi, dipaksa untuk bekerja mencari nafkah?.
Jika kondisi anak juga dalam kesulitan, maka tanggung jawab pemenuhan kebutuhan primer keluarga itu jatuh kepada negara. Baitul Maal berkewajiban memberikan santunan kepada mereka. Wallahu a'lam. (msr)
Para sahabat Rasulullah saw sangat bersungguh-sungguh untuk menerapkan kewajiban mencintai Allah dan RAsul-Nya. Mereka senantiasa berlomba untuk mendapatkan kemuliaan ini karena ingin termasuk golongan orang-orang yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Ada banyak sekali riwayat yang membuktikan kecintaan sahabat kepad Rasulullah saw, diantaranya:
Diriwayatkan dari Anas ra., ia berkata: Ketika perang Uhud kaum Muslim berlarian meninggalkan Nabi saw. Abu Thalhah sedang berada di depan Nabi saw., melindungi beliau dengan perisainya. Abu Thalhah adalah seorang pemanah yang sangat cepat lemparannya. Pada saat itu ia mampu menangkis dua atau tiga busur panah. Kemudian ada seorang lelaki yang lewat. Ia membawa setumpuk tombak kemudian berkata, “Aku akan menebarkannya untuk Abi Thalhah”. Kemudian Nabi saw. beralih ke pinggir melihat orang-orang. Maka Abu Thalhah berkata, “Ya Nabiyullah, demi bapak dan ibuku, engkau jangan minggir, nanti panah orang-orang akan mengenaimu. Biarkan aku yang berkorban jangan engkau….” (Mutafaq 'alaih)
Qais berkata: Aku melihat tangan Abu Thalhah menjadi lumpuh, karena dengan tangannya itulah ia telah menjaga Nabi saw. pada saat perang Uhud. (HR. Bukhari)
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ka’ab bin Malik ketika menceritakan tiga orang sahabat yang tidak ikut perang Tabuk. Ka’ab berkata:
Sehingga ketika masa pemboikotan berupa pengasinganku dari orang-orang itu berlangsung lama maka aku berjalan hingga aku menaiki dinding pagar Abi Qatadah. Dia adalah anak pamanku dan orang yang paling aku cintai. Kemudian aku mengucapkan salam kepadanya. Demi Allah, ia tidak menjawab salamku. Maka aku berkata, “Wahai Abi Qatadah! Aku bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apakah engkau mengetahui bahwa aku sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Ia diam. Maka aku kembali kepadanya dan aku bersumpah lagi kepadanya tapi ia tetap diam. Kemudian aku kembali lagi dan bersumpah lagi kepadanya, maka akhirnya ia berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Maka bercucuranlah air mata dari kedua mataku, kemudian aku pergi hingga aku memanjat dindingnya. (Mutafaq 'alaih)
Dari Sahal bin Saad ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda pada Khaibar:
Berkata kepadaku Qutaibah bin Said, berkata kepadaku Ya’kub bin Abdurrahman dari Abu Hazim, ia berkata; Sahal bin Sa’ad ra. telah memberitahukan kepadaku bahwa Rasulullah saw. bersabda pada perang Khaibar, “Aku akan memberikan panji ini kepada seorang lelaki yang di atas tangannya Allah akan memberikan kemenangan. Ia telah mencintai Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya.” Berkata Sahal Bin Sa’ad, “Maka orang-orang pun pergi untuk tidur dan mereka bertanya-tanya di dalam hati mereka, siapakah di antara mereka yang akan diberikan panji oleh Rasulullah saw.” Ketika tiba waktu subuh, maka orang-orang ramai menghadap Rasulullah saw. Semuanya berharap agar diberi panji oleh Rasululah saw. Maka Rasul bersabda, “Di manakah Ali bin Abi Thalib?” Dikatakan kepada Rasul, “Ia sedang sakit mata, Ya Rasulullah!” Kemudian orang-orang pun mengutus seorang sahabat untuk membawa Ali bin Abi Thalib ke hadapan Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. meludahi kedua matanya dan berdoa untuknya, maka sembuhlah ia hingga seolah-olah ia belum pernah sakit sebelumnya. Kemudian Rasul memberikan panji itu kepada Ali bin Abi Thalib. Lalu Ali berkata, “Ya Rasulallah!, aku akan memerangi mereka sampai mereka bisa seperti kita (memeluk Islam).” Kemudian Rasullah saw. bersabda, “Berangkatlah perlahan-lahan hingga engkau berdiri di halaman mereka, kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan kabarkan kepada mereka hak Allah yang merupakan kewajiban mereka. Maka demi Allah, sungguh jika Allah memberikan petunjuk kepada seorang manusia karena engkau, hal itu lebih baik bagi engkau daripada unta merah.” (Mutafaq 'alaih)
Ibnu Hibban meriwayatkan dalam kitab Shahihnya: (…Kemudian Urwah bin Mas’ud kembali kepada para sahabatnya, dan berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku pernah menjadi utusan (delegasi) kepada para raja. Aku pernah menjadi delegasi kepada Kisra, Qaishar, dan An-Najasyi. Demi Allah, aku belum pernah melihat seorang pemimpin pun yang sangat diagungkan oleh para sahabatnya seperti halnya para sahabat Muhammad mengagungkan Muhammad. Demi Allah, jika beliau mengeluarkan dahak maka jika jatuh ke tangan seseorang dari mereka, pasti ia akan mengusapkannya pada wajah dan kulitnya. Jika beliau memerintahkan sesuatu kepada mereka, maka mereka akan bergegas melaksanakannya. Jika beliau wudhu, maka mereka akan berlomba —seperti orang yang berperang— memburu air bekas wudhu beliau. Jika beliau berbicara, maka mereka akan merendahkan suara di sisinya. Mereka tidak berani memandangnya semata-mata karena mengagungkannya…)
Muhammad bin Sirin berkata: Telah berbincang-bincang segolongan laki-laki di masa Umar ra., hingga seakan-akan mereka melebihkan Umar ra. atas Abu Bakar ra., kemudian hal itu sampai kepada Umar bin Khathab r.a., lalu beliau berkata, “Demi Allah, satu malam dari Abu Bakar lebih utama daripada keluarga Umar. Sungguh Rasulullah telah pergi menuju gua Tsur disertai Abu Bakar. Abu Bakar terkadang berjalan di depan beliau dan terkadang berjalan di belakang beliau. Hingga hal itu membuat Rasulullah penasaran, beliau pun berkata: Wahai Abu Bakar! Kenapa engkau terkadang berjalan di depanku dan terkadang di belakangku? Abu Bakar berkata: Jika aku ingat orang-orang yang mengejarmu, maka aku berjalan di belakangmu, dan jika aku ingat orang-orang yang mengintaimu, maka aku berjalan di depanmu. Rasulullah saw. bersabda: Wahai Abu Bakar, jika terjadi sesuatu, apakah engkau suka hal itu menimpamu dan tidak menimpaku? Abu Bakar menjawab: Benar, demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak, jika ada suatu perkara yang menyakitkan, maka aku lebih suka hal itu menimpaku dan tidak menimpamu. Ketika keduanya telah sampai di gua Tsur, Abu Bakar berkata: Tunggu sebentar di tempatmu wahai Rasulullah!, hingga aku membersihkan gua untukmu. Kemudian Abu Bakar pun masuk gua dan ia membersihkan (dari segala hal yang akan menggangu). Ketika ia ada di atas gua, ia ingat belum membersihkan sebuah lubang, kemudian ia berkata: Wahai Rasulullah, tetap ditempatmu!, aku akan membersihkan sebuah lubang. Maka ia pun masuk gua dan membersihkan lubang itu. Kemudian berkata; silakan turun wahai Rasulullah saw., Maka Rasul pun turun.” Umar berkata, “Demi Allah, sungguh malam itu lebih utama dari pada keluarga Umar.” (HR. Hakim dalam Al-Mustadrak. Ia berkata hadits ini shahih, isnadnya memenuhi syarat Bukhari Muslim seandainya tidak mursal yakni sanad yang tidak langsung sampai kepada rasul). Tapi hadits ini adalah hadits mursal yang bisa diterima.
Anas bin Malik berkata: Sesunguhnya Rasulullah saw. pada saat perang Uhud telah terpojok sendirian bersama tujuh orang Anshar dan dua orang Quraisy (Muhajirin). Ketika musuh (kaum Musyrik) telah merangsek mendekati beliau, beliau bersabda, “Siapa yang bisa menolak mereka dari kita, maka ia akan masuk surga atau menjadi temanku di surga.” Maka majulah seorang laki-laki dari kaum Anshar lalu memerangi musuh hingga terbunuh. Kemudian musuh kembali merangsek mendekat. Beliau bersabda, “Siapa yang bisa menolak mereka dari kita, maka ia akan masuk surga atau menjadi temanku di surga.” Maka majulah seorang laki-laki dari kaum Anshar, lalu memerangi musuh hingga ia terbunuh. Hal seperti itu terjadi berulang-ulang hingga terbunuhlah tujuh orang Anshar. Rasulullah bersabda kepada dua sahabatnya (dari Muhajirin), “Kita tidak sebanding dengan para sahabat kita itu.” (HR. Muslim)
Abdullah bin Hisyam berkata: Kami bersama Nabi saw., sementara beliau memegang tangan Umar bin Khathab. Umar berkata, “Wahai Rasulullah!, Sungguh engkau lebih aku cintai daripada segala sesuatu kecuali dari diriku sendiri.” Nabi saw. berkata, “Tidak bisa! Demi Allah hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Maka Umar berkata, “Sesungguhnya mulai saat ini, demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Nabi saw. bersabda, “Sekarang engkau telah benar wahai Umar.” (HR. Bukhari).
Imam Nawawi telah meriwayatkan dalam Syarah Muslim tentang arti cinta kepada Rasulullah saw. dari Abu Sulaiman Al-Khathaby. Dalam syarah itu dikatakan, “…Engkau tidak dikatakan benar-benar mencintaiku hingga dirimu binasa dalam taat kepadaku, dan engkau lebih mementingkan ridhaku daripada hawa nafsumu, meski engkau harus binasa karenanya.”
Diriwayatkan dari Ibnu Sirin, ia berkata: Aku pernah berkata kepada Ubaidah bin Al-Jarrah, “Aku memiliki sebagian dari rambut Nabi saw. Kami menerimanya dari Anas bin Malik atau dari keluarga Anas.” Maka Ubaidah berkata, “Sungguh, satu lembar rambut Nabi saw. yang ada padaku lebih aku cintai daripada dunia dan seisinya.”(HR. Bukhari).
Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a: Maka Abu Bakar berkata, “Demi Allah, sungguh aku lebih cinta bersilaturrahmi kepada kerabat Rasulullah saw. daripada kepada kerabatku.” (HR. Bukhari).
Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra., ia berkata: Suatu hari telah datang Hindun binti Utbah, ia berkata, “Wahai Rasulullah! Seluruh penghuni rumah yang ada di muka bumi, lebih aku sukai mereka terhina dari pada penghuni rumahmu. Dan tidak ada penghuni suatu rumah di muka bumi di pagi hari yang lebih aku cintai agar mereka menjadi mulia dari pada penghuni rumahmu… (Mutafaq 'alaih)
Diriwaytkan dari Thariq bin Shihab, ia berkata: Aku pernah mendengar Ibnu Mas’ud berkata, “Aku bersama Miqdad bin Al-Aswad pernah menyaksikan perang Badar. Jika aku menjadi peraihnya (syahid), maka itu lebih aku sukai dari pada keadilannya.” Orang itu datang kepada Nabi saw., sementara Nabi saw. sedang berdoa untuk kehancuran kaum Musyrik. Ia berkata; Kami tidak akan mengatakan sebagaimana perkataannya kaum Musa, “Pergilah engkau dan Tuhammu untuk berperang”. Tapi kami akan berperang di sebelah kananmu, di sebelah kirimu, di depan dan di belakangmu. Maka aku melihat wajah Nabi saw. dan perkataannya bersinar-sinar. (HR. Bukhari).
Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a bahwa Saad pernah berkata: Ya Allah, sungguh engkau mengetahui bahwa tidak ada seorang pun yang lebih aku sukai untuk diperangi karenamu daripada suatu kaum yang mendustakan Rasul-Mu dan mengusirnya. (Mutafaq 'Alaih).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Tsumamah bin Tsaal berkata: Ya Muhammad, demi Allah, dulu tidak ada di muka bumi ini satu wajah pun yang paling aku benci daripada wajahmu. Tapi, akhirnya wajahmu menjadi wajah yang paling aku cintai. Demi Allah, dulu tidak ada suatu agama pun yang paling aku benci daripada agamamu, tapi sekarang agamamu menjadi agama yang paling aku cintai. Demi Allah, dulu tidak ada suatu negeri pun yang paling aku benci daripada negerimu, tapi sekarang negerimu menjadi negeri yang paling aku cintai. (Mutafaq 'alaih).
Akhlak merupakan bagian dari syari’at Islam, yakni bagian dari perintah dan larangan Allah. Akhlaak merupakan sifat yang harus dimiliki seorang muslim guna menyempurnakan pengamalannya terhadap Islam.
Definisi Akhlak
Secara bahasa, akhlak berasal dari kata al-khuluq yang berarti kebiasaan (al- sajiyyah) dan tabiat (al-thab’u). Sedangkan secara istilah, akhlak adalah sifat-sifat yang diperintahkan Allah kepada seorang muslim untuk dimiliki tatkala ia melaksanakan berbagai aktivitasnya. Sifat-sifat Akhlak ini nampak pada diri seorang muslim tatkala dia melaksanakan berbagai aktivitas —seperti ibadah, mu’amalah dan lain sebagainya— apabila ia melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut secara benar. Misalnya, akan nampak pada dirinya sifat khusyuu’ di dalam sholat. Allah berfirman:
Sesunggunya beruntunglah orang-orang yang mukmin, yakni orang-orang yang khusyuu’ di dalam sholatnya(TQS. Al Mu-minuun[23]: 1-2).
Sifat lembutpun nampak pada diri seorang pengemban da’wah tatkala ia melakukan diskusi dengan masyarakat. Allah berfirman tatkala menggambarkan sifat Rasulullah saw: Maka karena rahmat dari Allah, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka, sekiranya engkau berlaku keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu… (TQS. Ali ‘Imraan[3]: 159).
Dalam hal lain, akan terlihat pada diri seorang muslim sikap berani tatkala ia melakukan koreksi terhadap penguasa yang zhaalim. Rasulullah saw bersabda:
Pemimpin para syuhada adalah Hamzah dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang zhalim kemudian ia menasehatinya, lantas penguasa itu membunuhnya.
Diri seorang muslimpun akan dihiasi dengan kesabaran (al-shabr) dan menguatkan kesabaran (mushaabarah) tatkala menanggung derita dan tatkala menghadapi musuh. Allah swt berfirman: Hai orang-orang yang beriman bersabarlah kalian dan teguhkanlah kesabaran kalian… (TQS. Ali ‘Imraan[3]: 200).
Ia pun akan dihiasi dengan sifat mendahulukan orang lain, yakni mengutamakan orang lain untuk mendapatkan kebaikan dibandingkan dirinya sendiri. Dia rela berlapar-lapar diri demi orang lain. Allah swt berfirman:
…dan mereka mengutamakan (orang Muhajirin) atas (kepentingan) mereka walaupun mereka dalam kesusahan… (TQS. Al Hasyr[59]: 9).
Kita pun bisa melihat tatkala Ali bin Abi Thalib rela menempati temat tidur Rasulullah pada malam terjadinya persekongkolan (konspirasi) orang-orang musyrik untuk membunuh Beliau saw Ia mengorbankan dirinya demi Rasulullah saw. Seorang penguasa, akan memiliki sifat adil di tengah-tengah masyarakatnya. Allah swt berfirman: dan apabila kamu menghukum di tengah-tengah manusia maka hendaklah kamu menghukum dengan adil (TQS. AN Nisaa[4]: 58).
Selain yang telah disebutkan di atas, terdapat beberapa sifat Akhlak lainnya yang diperintahkan oleh Allah untuk dimiliki setiap muslim, diantaranya adalah menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik (‘iffah), dermawan, tawaadhu’, dan lain sebagainya. Di samping itu, terdapat pula beberapa sifat Akhlak tercela yang dilarang oleh Islam, diantaranya adalah berdusta, menghasud, zhalim, menipu, riya’, malas, penakut (al jubnu), membicarakan orang lain (ghiibah), dan lain sebagainya. Allah swt berfirman: …dan dari kejahatan orang yang menghasud… (TQS. Al Falaq [113]: 5).
Rasulullah saw bersabda: Yaa Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, kepenakutan, kepikunan, dan kekikiran
Kekhususan- kekhususan Akhlak Islami
1. Akhlak Islami tidak mungkin dipisahkan dari hukum-hukum syari’at lainnya, semisal ibadah, mu’amalah, dan lain-lain. Khusyu’ misalnya, ia tidak akan tampak kecuali di dalam sholat. Begitu pula jujur dan amanah akan tampak di dalam mu’amalat. Sehingga, Akhlak tidak mungkin dipisahkan dari perintah-perintah dan larangan-larangan Allah lainnya, sebab, Akhlak merupakan sifat yang tidak akan tampak pada diri seseorang kecuali tatkala ia melakukan aktivitas tertentu.
2. Akhlak Islami tidak tunduk kepada keuntungan materi (al-naf’iyyah al-maadiyah). Yang dituntut dari seorang muslim adalah terhiasinya dirinya dengan sifat-sifat Akhlak ini, yang kadang membawa kemudharatan dan kadang mendatangkan kemanfaatan. Berkata jujur di hadapan penguasa yang zhalim misalnya, dan keberanian melakukan kritikan kepada penguasa itu, maka hal itu bisa jadi akan membuatnya menanggung siksaan. Rasulullah saw bersabda: Pemimpin para syuhada adalah hamzah dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang zhalim dan menasehatinya, kemudian penguasa itu membunuhnya
3. Akhlak Islami sebagaimana halnya aqidah Islam selaras dengan fitrah manusia. Misalnya, memuliakan tamu dan membantu orang sedang yang membutuhkan selaras dengan naluri mempertahan eksistensi diri (ghariizat ul baqa). Khusyu’ dan tawaadhu’ sesuai dengan naluri beragama (ghariizat ut tadayyun). Sedangkan kasih sayang dan berbuat kebajikan, sejalan dengan naluri melestarikan jenis (ghariizat al-nau’).
Pengaruh Akhlak
1. Sesungguhnya akhlak maupun kewajiban-kewajiban syari’at yang lain akan menjadikan seorang muslim memiliki kepribadian yang unik (syakhshiyyah mutamayyizah) tatkala ia bermu’amalat dengan orang lain Itu dapat menjadikan orang-orang mempercayai perkataan-perkataan dan tindakan-tindakan dirinya.
2. Akhlak Islam menciptakan rasa cinta kasih dan saling menghormati sesama individu-individu dalam keluarga secara khusus, dan antara individu-individu masyarakat secara umum.
Salah satu pengaruh dari Akhlak Islamiyyah adalah, pahala yang akan diberikan Allah swt kepada kepada sorang muslim di akhirat kelak. Orang-orang yang memiliki akhlak yang baik di dunia ini akan menjadi kerabat Rasulullah saw di akhirat dan menemani Beliau dalam merasakan kenikmatan surga. Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya yang paling kucintai di antara kalian, dan orang yang paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang palimg baik akhlaknya. (HR. Bukhari)
Ketika Rasulullah saw ditanya tentang kebanyakan orang yang masuk syurga, maka Rasulullah bersabda: "Yang paling bertaqwa kepada Allah dan paling baik akhlaknya."
Sumber: Muhammad Husain Abdullah, Dirasat fil Fikr Al Islamiy.
Jihad, sebagai bagian dari ajaran syariah Islam memang kerap kali mendapatkan serangan dan tuduhan dari musuh-musuh Islam. Seringkali jihad diidentikkan dengan aksi-aksi terorisme. Akibatnya, Islam digambarkan menjadi sebuah agama yang penuh dengan kekerasan dan kekejaman. Untuk itulah perlu dilakukan upaya pelurusan terhadap makna jihad. Ini dimaksudkan agar keagungan ajaran jihad tidak ternodai dan supaya umat Islam, termasuk para ulamanya tidak terjebak pada stigma-stigma negatif yang dilancarkan oleh musuh-musuhnya.
Jihad dalam Islam
Sebagaimana shalat, zakat, haji dan ibadah lainnya, jihad adalah bagian dari ajaran Islam. Jihad bahkan termasuk di antara kewajiban dalam Islam yang sangat agung, yang menjadi 'mercusuar' Islam.
Secara bahasa, jihad bermakna: mengerahkan kemampuan dan tenaga yang ada, baik dengan perkataan maupun perbuatan (Fayruz Abadi, Kamus Al-Muhîth, kata ja-ha-da.) Secara bahasa, jihad juga bisa berarti: mengerahkan seluruh kemampuan untuk memperoleh tujuan (An-Naysaburi, Tafsîr an-Naysâbûrî, XI/126).
Adapun dalam pengertian syar'i (syariat), para ahli fikih (fuqaha) mendefinisikan jihad sebagai upaya mengerahkan segenap kekuatan dalam perang fi sabilillah secara langsung maupun memberikan bantuan keuangan, pendapat, atau perbanyakan logistik, dan lain-lain (untuk memenangkan pertempuran). Karena itu, perang dalam rangka meninggikan kalimat Allah itulah yang disebut dengan jihad. (An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, II/153. Lihat juga, Ibn Abidin, Hâsyiyah Ibn Abidin, III/336).
penangkapan KH. Abu Bakar Ba'asyir yang disangka mendanai pelatihan militer di Aceh yang dicap sebagai kegiatan terorisme, kampanye memojokkan jihad sebagai terror semakin kencang. Berbagai pernyataan di media massa mengarah pada propaganda negative dan menyesatkan terhadap kegiatan jihad fii sabilillah yang dinilai sebagai kegiatan terorisme dan ajaran jihad sebagai ideology para teroris.
Demikian juga perjuangan menegakkan syariah oleh negara dan perjuangan menegakkan system pemerintahan Islami (Khilafah Islamiyyah) dicap sebagai sumber terorisme. Tentu saja propaganda hitam itu semua tidak adil dan sangat menyesatkan opini masyarakat. Sebab apa yang disangkakan sebagai ideology para teroris maupun sumber terorisme, yakni jihad, syariah, dan khilafah, itu semua murni terdapat di dalam Al Quran dan As Sunnah. Dan negara ini merdeka dari penjajahan colonial adalah lantaran jihad yang dilakukan oleh para syuhada yang berperang melawan penjajah.
Sebelum kami menerangkan ayat-ayat dan hadits tentang jihad fi sabilillah sebagai ajaran Islam yang prinsip, maka perlu kami jelaskan bahwa upaya pelatihan militer di Aceh yang dikaitkan dengan aktivitas terorisme adalah hasil rekayasa seorang disertir polisi bernama Sofyan Tsauri. Dialah yang merekrut anak-anak muda dari berbagai kelompok untuk diajak berlatih menembak di Mako Brimob Kelapa Dua; dialah yang mendanai dan mensuplai senjata api; dan dialah yang mengadakan pelatihan militer di Aceh. Mabes Polri sudah mengakui keterlibatan Sofyan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kegiatan yang disangka sebagai kegiatan terorisme di Aceh itu adalah hasil operasi intelijen yang melibatkan Sofyan Tsauri, disertir polisi, dan juga melibatkan dua oknum polisi aktif. Tujuannya selain menjebloskan KH. Abu Bakar Ba’asyir ke dalam tahanan, adalah untuk membangun opini bahwa jihad itu suatu kejahatan. Padahal jihad dinilai ibadah dalam Islam, diperintahkan Al Quran, dan dilaksanakan oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya r.a. dan terus dilanjutkan oleh para tabi'in, tabiut taabiin, dan kaum muslimin sesudahnya hingga kekuasaan dan ajaran Islam tersebar ke seluruh dunia. Mestinya polisi bekerja keras untuk mencari tahu siapa "master mind" di balik kegiatan intelijen Sofyan Tsauri sehingga bisa diketahui siapa sebenarnya yang telah membuat fitnah kepada KH. Abu Bakar Ba'asyir, ajaran Islam, dan kaum muslimin.
Allah SWT berfirman: Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui. (QS. Al Baqarah 216).
Menurut Tafsir Jalalain, kata "kutiba" dalam ayat di atas maknanya adalah "furidla" , artinya difardlukan atau diwajibkan. Sehingga "qital" atau perang bagi kaum muslimin adalah ibadah yang hukumnya fardlu seperti shiyam (puasa). Kalau dalam QS. Al Baqarah 183 Allah SWT berfirman : Kutiba alaikum as shiyam (telah difardlukan kepada kalian berpuasa), maka dalam ayat ini Allah berfirman KutIba alaikum al qital (telah diwajibkan atas kalian berperang).
Allah SWT menerangkan bahwa manusia tidak suka berperang karena perang itu penuh dengan kesulitan. Namun Allah SWT nyatakan bahwa boleh jadi kalian tidak suka sesuatu padahal baik bagi kalian dan sebaliknya kalian suka sesuatu tapi itu buruk buat kalian. Perang itu baik buat kalian karena bisa mendapat kemenangan dan mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang) dan juga bisa mati syahid dan dapat pahala jihad. Sedangkan meninggalkan perang itu menjadikan keburukan berupa kehinaan, kefakiran, dan terhalangnya pahala.
Dengan mengamalkan perintah Allah di atas para sahabat bersama Rasulullah saw. melalui berbagai pertempuran jihad fi sabilillah dan mendapatkan berbagai kemenangan dan penaklukan, sehingga kekuasaan Rasulullah saw. yang di awal hijrah hanya sebatas kota Madinah, namun 10 tahun kemudian di akhir hayat beliau saw. sudah meliputi seluruh Jazirah Arab.
Allah SWT memuji jihad fi sabilillah sebagai perniagaan yang membebaskan para mujahid dari adzab yang pedih. Allah SWT berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar. (QS. As Shaff 10-12).
Karena dahsyatnya ajaran dakwah Islam dan jihad fi sabilillah itulah umat Islam unggul dalam kehidupan. Kekuasaannya meliputi seluruh dunia lama, membentang dari seluruh Jazirah Arab, benua Afrika, Eropa, dan Asia. Dari Andalusia di Eropa Barat hingga ke Tembok Cina di Timur termasuk India dan Asia Tenggara. Berbagai bangsa yang tunduk dan bergabung dengan kekuasaan Islam mendapatkan keadilan dan kesejahteraan pemerintahan Islam yang menerapkan syariat Allah yang rahmatan lil alalamin. Perluasaan kekuasaan Islam berhenti setelah berabad-abad meluas.
Terhentinya perluasan itu lantaran penguasa Islam menghentikan jihad. Bahkan itu berakibat kepada mundurnya kekuasaan Islam hingga runtuhnya Khilafah Islamiyyah yang menjadi payung dunia Islam. Namun bisa dicatat hingga hari ini musuh-musuh Islam tetap kewalahan ketika ajaran dan semangat jihad masih ada dalam diri kaum muslimin seperti yang terjadi di Palestina, Irak, dan Afghanistan. Oleh karena itu, Barat dengan segala hegemoni yang dimilikinya berusaha keras membasmi ajaran jihad ini dan hendak menghapusnya dengan berbagai propaganda, termasuk terorisme.
Ketika suatu bangsa menghentikan aktivitas jihad, maka kehinaan pasti akan dialami. Ini sudah disebut oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya: Jika kalian terbiasa dengan muamalah al-inah (satu bentuk transaksi kredit), dan kalian membajak sawah, dan kalian senang dengan bertani, dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan membuat kalian diliputi kehinaan. Dia tidak akan mencabutnya hingga kalian kembali kepada ajaran agama kalian”. (Sunan Abu Dawud).
Fakta sejarah menunjukkan bahwa Khilafah Islamiyyah yang berpusat di Turki dan berbagai penguasa wilayahnya termasuk di Mesir bangkrut setelah menerima kredit dari perbankan Yahudi untuk berbagai proyek pembangunan. Dan seluruh dunia Islam pasca runtuhnya Khilafah dijajah oleh kaum imperialis dengan apa yang disebut Utang Luar Negeri yang ribawi.
Dan di dalam penindasan oleh kaum imperialis, umat Islam dilucuti senjatanya dan dicegah dan dilarang berjihad fi sabilillah melalui UU dan peraturan pemerintah yang tunduk kepada kekuasaan kaum imperialis. Padahal, berhentinya jihad tidak hanya berbahaya bagi umat Islam di dunia, tapi juga di akhirat. Sebab, jihad hukumnya fardlu. Pengertian hukum fardlu adalah yang mengerjakan dapat pahala dan yang meninggalkannya berdosa. Dan Rasulullah saw. memberikan warning kepada umat Islam yang tidak mau berjihad. Beliau bersabda:
"Siapa saja yang mati dalam keadaan belum pernah berperang (berjihad fi sabilillah) dan belum pernah berbicara kepada dirinya sendiri untuk berjihad, maka dia mati dalam cabang kemunafikan". (Sahih Muslim).
Oleh karena itu, umat Islam, khususnya para ulama perlu menggemarkan pelajaran mengupas tentang jihad fi sabilillah, hukumnya, keutamaannya, serta berbagai perkara yang menyangkut pelaksanaannya guna menumbuhkan semangat jihad. Mengingat jihad adalah hokum Islam yang sangat urgen dalam usaha pembelaan negara dan perlindungan dakwah dari serangan negara lain (daulah muhaaribah fi’lan), maka kajian ajaran Islam yang mulia ini hendaknya dilakukan secara resmi dan terbuka oleh institusi-institusi negara, khususnya institusi pertahanan dan keamanan, maupun sekolah-sekolah umum dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dengan keterbukaan dan kejujuran mempelajari ilmu Allah SWT maka umat mendapat manfaatnya berupa pencerahan dan kemuliaan karenanya.